Sunday, May 31, 2015

Talking Taste

Mari kita langsung ke duduk perkaranya saja karena postingan ini harusnya keluar kemarin malam but then shit happened and I have to postponed my ideas. So, tonight I'm going to give you a review about food. Yes, food. I don't know why but now food has become something I need the most. Even I still eat rarely, but I do like it if 1) the food taste good and 2) the food is cheap. Sekian dan terima kasih.


Anyway, seperti yang gue bilang tadi, gue mau me-review tentang makanan. Kenapa gue sebut review karena biar terkesan kayak penulis-penulis artikel ajah. Ehe ehe ehe. Jadi kemarin, dengan teganya dosen gue mengadakan make up class di hari Sabtu. Tapi untungnya, Tya ngajakkin kita-kita makan sehabis kelas. Awalnya ditawarin ngopi-ngopi cantique gitu di kafe, terus akhirnya si Tya nawarin masakan Korea yang murah di daerah Senopati. Di antara kami berenam, yang nggak ngerti masalah Korea-Korea-an cuma gue dan Lutfiah. Jadi ya bukan cuma karena kalah jumlah sih, tapi karena penasaran juga sama masakan Korea karena terakhir kali gue nyobain makanan Korea itu di acara Korean Culture Day-nya UI tahun kemarin bareng Imam dan itu nggak enak.


Dengan mobil Tya--yang gue sebut mobil badut karena satu mobil Yaris isinya empat penumpang di belakang, bahkan Tya harus merelakan kakinya yang panjang ketekuk sepanjang perjalanan--kita berangkat menuju Jjang, the Korean restaurant.


Sampai di sana, Tya, Nadhira, Ratih, dan Dila langsung memesan makanan apa aja yang 'pantas' untuk kita santap ramai-ramai. Sementara gue dan Lutfiah cuma buka-buka menu, berusaha baca nama-nama makanannya yang rada susah. Setelah ngobrol-ngobrol dan satu batang rokok untuk Tya, makanan kita datang. Yang pertama adalah,


Tteokbokki, atau dalam pengucapan Indonesia topoki. Ini adalah kue beras, dan ini makanan yang gue bilang nggak enak pas gue cobain di KCD. Ternyata pas nyobain di sini lumayan enak. Walaupun menurut gue teksturnya agak aneh; lembek nggak, keras nggak. But the taste is good. By good means three out of five.


Selanjutnya makanan yang lumayan berat, karena tools-nya pun berat; segala ada kompor, panci, centong, capitan, dan... udah sih itu doang. Dan itu adalah,



duh gue lupa namanya apaan. Pokoknya ini semacam ramen isi daging dan sayur-sayuran. Enak banget. Mungkin karena laper, tapi ini beneran enak. Basically I like noodles dan kuah, so I really enjoying eat this food. I give it a five out of five stars. Delicioso!


Sebenernya ada dua makanan lagi yang kita makan, gimbap or kimbap dan satu lagi semacam kayak ayam potong kecil-kecil gitu. Ya amplop aku lupa namanya apaan, aku keasyikan makan kayaknya sampai lupa nama-namanya. Tapi apalah artinya sebuah nama, yang penting kami senang dan kami kenyang. Well, so sorry that I don't have any photos of these two foods :(

The last food is Nadhira-Ratih-Dila's karena mereka katanya masih belum kenyang dan akhirnya patungan bertiga buat beli one more dish. Rasanya aneh kalau menurut gue, karena sausnya katanya dari kacang kedelai. Dan nama makanannya adalaaah... ya, gue kasih fotonya aja yah.


Selesai makan kita ngobrol tentang perkuliahan. Lumayan lama buat nurunin makanan. Abis dari situ kita memutuskan untuk ngemil-ngemil cantique aja di daerah Kemang. About Kemang, I'm sorry to say this but I hate this area because the street is too small and the cars are too much. If Kemang was made as a free-walk-area, it would be very-very nice I guess. Because Kemang has so many restaurants and cafes in each block, so I think it doesn't matter if we have to take a walk around Kemang.

Well we drove for about 20 minutes until we reached Toodz House. It was a small cafe but very homey. With French-jazz-song which I really like, I think it's the best cafe I've ever been so far. The foods have medium price even we just ordered some beverages and a plate of waffle. Yes, because we are mahasiswa, dan mahasiswa harus hemat dan susah-senang bersama. Hm hm hm hm hm.

I'm sorry again because I didn't take any picture in there because you know what? Kita semua terlalu sibuk menertawakan kebodohan kita.


Adios, Bitches.

No comments

Post a Comment

© based on a true story.
Maira Gall