"Ini korban Rohingya bukan sih? Kok mukanya bejad semua?"
"Ini korban kekurangan air di India, ya? Kenapa nggak sekalian tidur di toilet biar seger?"
"Ini mahasiswa saya, ya? Kasih nilai berapa, ya?"
Selain itu kita sempat buka bareng sepulang kuliah. Dengan bukber, kita jadi tau kebiasaan buka puasa masing-masing orang. Ada Lutfiah dan Tya yang langsung makan makanan berat. Ada Nadhira yang mesti minum teh panas dulu. Ada Ratih dan Dhila yang... bisa-bisa aja kayaknya. Ada gue yang... ah, kalau aku sih nggak ada yang istimewa dari aku. Percuma juga istimewa kalau nggak langsung dijadiin istri. HAHAHA.
Malam takbiran kali ini sungguh menggugah batin.
Well, sebenernya nggak ada yang mau diomongin lagi sih. Minta maaf? Ah, minta maaf nggak harus pas Lebaran kok. Kalau punya salah, ya harusnya langsung minta maaf. Iya, harusnya. Iyaa, harusnya. He-eh, harusnya. Tapi menurut gue minta maaf yang bener-bener tulus itu emang paling susah dilakuin. Memberi maaf pun terkadang jadi hal yang berat buat sebagian orang. Intinya segala sesuatu yang tulus itu susah dilakuin. Sekalipun gampang, hm hm hm, there must be something wrong. Hm hm hm hm hm.
So, I hope this Ramadan could give us some changes to be a better person. Because, seperti yang sering gue bilang, menjadi lebih baik itu penting. Jauh lebih penting dibanding wishes lain. Oh iya, dan semoga tahun depan gue masih bisa mosting sebelum Lebaran which means I can face Ramadan again and you guys too. Aamiiin.
Sekian dari saya. Adios,
No comments
Post a Comment