Friday, December 25, 2015

Perihal Selamatan

Tidak ada yang lebih indah dari nge-post di media sosial apapun dengan caption "Senin/Selasa/Rabu/Kamis/Jumat rasa Minggu." It's the best thing to share ever. Meskipun long weekend juga bisa jadi perangkap karena banyak di antara kita yang menghabiskannya dengan leyeh-leyeh di kamar, nonton dvd berjam-jam, sampai akhirnya mata kelewat lelah dan pala pusing barbie. Eh, pusing pala barbie.

Anyway, kali ini gue cuma mau sharing sedikit aja tentang hal seputar libur hari ini, libur Natal. Mungkin gue termasuk orang yang nggak terlalu mengikuti berita-berita aktual di dalam maupun luar negeri (lantas ngapain aja kamu selama ini, Nak?!). Tapi yang paling santer terdengar menjelang Natal ini adalah larangan mengucapkan "Selamat Natal" kepada umat agama lain, khususnya Kristen.

Begini. Kalau menurut pengalaman pribadi gue, dari kecil gue tidak dibiasakan mengucapkan selamat kepada teman-teman beragama Kristen. Alasan terbesarnya adalah ya karena gue bukan orang yang pandai ber-eh-lo-selamat-ya-atas-apapun-yang-sedang-lo-rayakan. Gue mah orangnya anti-mainstream (kemudian ditertawakan masyarakat seantero Indonesia). Teman gue yang Kristen pun nggak terlalu banyak. Tapi masalah halal/haram mengucapkan selamat, gue udah denger penjelasan logisnya dan gue berkeyakinan untuk tidak mengucapkan selamat Natal, tapi lebih prefer untuk bilang, "Selamat liburan! Happy long holiday!"

Ini yang gue yakini ketika berita halal/haram ucapan selamat masih simpang-siur: bahwa Natal secara bahasa berarti hari lahir, dan bagi mereka yang merayakannya, it refers to hari lahirnya Jesus. Secara simpel dan singkat aja, kalau kita mengucapkan itu berarti kita mengakui kelahirannya Jesus. Agama gue tidak membenarkan itu. Makanya, kami dilarang mengucapkan "Selamat Natal". Beberapa sumber juga kurang lebih menyatakan hal yang sama. Kalian bisa cek penjelasan Dr. Zakir Naik di kajiannya di Dubai (I just watched it on YouTube to make sure I'm not posting a post without research).

Beberapa orang mendebatkan ucapan ini cuma sekedar untuk mempererat persaudaraan, persahabatan antarsesama manusia. Well gue setuju kalau sesama manusia ya harus rukun dan saling menghormati dan menghargai. But, one thing that my religion always emphasized is that toleransi antarumat beragama itu boleh--sangat diperbolehkan malah karena pada dasarnya kita semua cinta damai (peace loph and gawl), tapi dalam hal ibadah, kita punya batasan yang nggak boleh dipakein embel-embel "nggak enak ah sama dia, kan udah bro-sist banget". Terdengar keras memang tapi itulah yang diajarkan agama gue.

Sebenarnya hal ini nggak perlu diambil pusing kalau kita udah paham konsep dasarnya. Gue tidak bisa mengucapkan selamat kepada teman-teman yang merayakan, nah bilang aja

"Eh lo, selamat liburan ya. Ena bener da nih long weekend langsung capcus ke Puncak. Btw, titip mochi dong lima kotak."

Simpel, nggak perlu pusing mikirin haram atau nggaknya, dan gue yakin mereka yang denger kalimat seperti ini nggak akan berpikiran kita menghindari mereka karena perbedaan keyakinan. Lebih bagus lagi sih kalau kita bisa menjelaskan ke mereka kenapa kita nggak bisa mengucapkan selamat kepada mereka dan lebih bagus lagi kalau kita sama-sama mengerti dan setelah itu kita dibeliin mochi lima kotak (teuteup). Kita semua masih bisa berteman selayaknya teman, bisa banget. Kita masih bisa saling tolong kalau salah satunya lagi perlu bantuan. Karena kita semua yakin bahwa semua agama pasti mengajarkan kebaikan dengan sesama manusia. Selebihnya, untuk urusan ibadah, kita punya arena masing-masing beserta batasan-batasannya. Simpel kan? :)

So, have a super-duper fun long weekend! Don't forget to be more productive karena percayalah, menyesal karena nggak ngapa-ngapain pas liburan itu lebih sakit daripada menyesal karena nggak belajar Morfologi pas UAS. Sekian dan adios.

No comments

Post a Comment

© based on a true story.
Maira Gall