Thursday, October 11, 2012

Untold Story

3,5 years ago.

Dal hanya bisa tersenyum sambil menatap sederet angka di buku catatannya. Seorang temannya memberikannya nomor telepon Ren. Ya, Ren si cowok imut yang sudah lama ia taksir. Kini, Dal bingung harus berbuat apa dengan nomor itu.

Tiba-tiba tangannya bergerak di atas keypad HP-nya. Sebelum mengirim pesan singkat tersebut, ia menarik napas dalam-dalam. Ia memejamkan matanya dan mengirim pesan tersebut. Klik. Dan pesan pun terkirim. Dal terdiam di atas tempat tidurnya. Ren... Betapa indahnya ciptaan Tuhan yang satu itu. Ren termasuk anak pendiam, prestasinya juga tidak terlalu gemilang. Tapi Dal sangat tergila-gila padanya. Pada wajahnya yang terkesan innocent, pada gaya berjalannya yang menambah kesan pendiamnya.

HP-nya berbunyi, tanda ada sms masuk. Ia membukanya dengan penuh harap. Ren membalas sms-nya. Akhirnya ia bisa bercakap dengannya meski hanya lewat sms.

Dal mendapat balasan yang standar, "Ini siapa?"

Dengan penuh percaya diri ia pun membalasnya, "Ini Ren, kan?"

Namun sayang, sang pemilik nomor memberikan jawaban yang mengejutkan. "Bukan."

"Tapi katanya ini nomornya Ren."

"Bukan! Saya bilang bukan, ya bukan!"

Dal tetap bersikukuh bahwa itu adalah nomor Ren. Sampai akhirnya, si pemilik nomor itu kesal dan menelepon Dal. Dal panik. Ia menjawab telepon tersebut dengan takut.

"Saya bukan Ren," kata orang itu.

"Terus siapa, dong?"

Setelah itu, Dal secara resmi berbicara dengan orang asing. Dan saat orang asing itu berbicara, Dal merasa bahwa orang asing ini jauh di atasnya. Jauuuh sekali. Tapi ia berusaha untuk tetap positif. Ia tidak memikirkan apapun, atau mungkin memang tidak ada yang perlu dipikirkan. Ini hanya perkara salah nomor. Hal seperti ini sering terjadi pada waktu itu.

Namun ternyata, alam berkata lain.

Orang asing itu--yang kini diketahui bernama Jer--justru menjadi teman Dal. Mereka sering sms-an. Dan Jer menceritakan bahwa sudah banyak orang yang mengira dirinya adalah Ren. Ternyata bukan hanya Dal. Jer juga meminta maaf karena sempat berkata kasar sewaktu meladeni sms-sms annoying dari Dal. Mereka terus berkomunikasi lewat HP. Jer menjadi teman ngobrol yang asyik, begitu pula sebaliknya. Mereka saling bertukar cerita. Firasat Dal ternyata benar bahwa Jer ini jauh di atasnya. Awalnya ia agak takut karena jarak antara mereka terlampau jauh. Ia juga takut dengan perasaan aneh yang mulai muncul dalam dirinya. Ia senang mengobrol dengan Jer. Tapi... yah, masalahnya hanya itu: jarak. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menjadi saudara, abang dan adik.

Ikatan itu terus berlanjut hingga pada suatu hari, Jer menyatakan sesuatu yang selama ini ditakuti oleh Dal: Jer menyayangi Dal, lebih dari sekedar saudara. Dal tahu hal semacam ini pasti akan muncul cepat atau lambat. Ia sudah melihat teman-temannya mengalami hal yang sama. Dal tidak tahu harus berbuat apa. Sebenarnya Dal juga menyayangi Jer. Namun, ia tidak bisa mengungkapkannya. Dal hanya mengelak setiap kali Jer menanyakan perasaannya. Lama kelamaan, Jer mengambil keputusan bahwa Dal tidak menyayanginya. Cinta Jer bertepuk sebelah tangan. Dal ingin mengutarakan perasaannya yang sesungguhnya tapi ia tidak pernah bisa. Ia memilih untuk menyimpannya untuk dirinya sendiri.

Hari demi hari, bulan demi bulan. Mereka terus berkomunikasi. Jer senang menelepon Dal. Biasanya Dal hanya mau ditelepon jika sedang berada di luar rumah. Pada saat itu, bertelepon dengan orang asing bisa memancing pertanyaan dari orang tua Dal. Dan Dal tidak suka dan tidak mau diinterogasi.
Pernah suatu siang, Jer menelepon Dal.

"Tahu lagu ini?
'Semua yang kumau, hanyalah dirimu, satu...
Kaulah jawaban semua doa...
Semua yang kurasa, rindu dalam asa di dekap cinta...
Hatiku untukmu...'"

"Oh, tahu tahu. Kenapa?"

"Lagu itu buat kamu..."

"Terima kasih...," adalah kalimat yang bisa Dal ucapkan.

"Saya pingin ngasih kamu kaos. Gambarnya lucu, deh."

"Gimana cara ngasihnya?"

"Ya saya kirim ke rumah kamu."

"Ih, nggak usah. Nanti repot."

Begitulah. Entah bagaimana Dal dan Jer bisa ngobrol tentang apa saja. Dari hal-hal kecil yang tidak terlalu penting, sampai hal-hal yang aneh.

"Saya lagi baca novel Spiderwick."

"Saya udah nonton film itu. Bagus kok ceritanya."

"Di situ ada Ogre-nya kan?"

"Iya, Ogre-nya kayak kamu."

"Kalau saya Ogre, berarti kamu Troll-nya."

"Hahaha. Nggak papa. Kita sama-sama jadi monster, sama-sama jelek."

Panggilan itu terus berlanjut. Dal memanggil Jer dengan sebutan Troll, dan Jer memanggil Dal dengan sebutan Ogre. Keduanya monster. Keduanya menyeramkan. Keduanya satu jenis. Keduanya mungkin bisa cocok.

"Udah ngantuk belum?" tanya Jer ketika mereka sedang sms-an hingga larut malam.

"Belum..."

"Kalau udah ngantuk bilang ya."

"Iya..." Dan setelah membalas, Dal tertidur. Jer gemas hingga akhirnya ia mengirim sms,

"Yaaahhh, ditinggal tidur lagi..."


"Kamu tuh pasif banget, deh. Jadi aktif, dong!"

"Terus saya mesti ngapain biar jadi aktif?"

"Ya nanya kek. Masa' saya melulu yang nanya."

"Oke, oke. Saya nanya, ya. Lagi apa?"

"Lagi sms-an."

"Oh, yaudah. Hehehe."

"Iiihhh... Dasar jelek!"

***

Suatu malam, Dal dan Jer memutuskan untuk "menjadi seperti biasa" dan berhenti berkomunikasi. Dal sangat sedih. Tapi ternyata keputusan itu tidak diindahkan lagi karena mereka kembali berkomunikasi. Walaupun tidak seakrab dulu, tapi mereka tetap berkirim pesan singkat dan sesekali bertelepon.

Dal tidak tahu kapan persisnya mereka putus komunikasi. Dal sudah semakin dewasa dan ia punya banyak kegiatan seru di sekolahnya. Ia tidak pernah mengirim sms berisi sapaan kepada Jer. Ia sudah gengsi untuk mengirim sms semacam itu. Lagipula, Jer pasti juga sama sibuknya. Ia punya banyak kegiatan yang lebih banyak di luar sana. Tidak mungkin Jer hanya memikirkan Dal. Akhirnya, mereka secara resmi "berpisah".

Today.

Dal masih mengingat masa-masa ia bersama Jer. Suaranya yang seperti anak-anak ketika ia merungut pada Dal, pesan-pesan singkatnya, pertanyaan-pertanyaan bodoh yang Jer lontarkan kepada Dal... Adakalanya Dal merindukan Jer. Ia ingin mengobrol dengan Jer seperti dulu, berkirim sms seperti dulu. Sekedar mengobrol ringan saja. Namun Dal tidak pernah punya cukup keberanian untuk memulai percakapan. Meskipun ia mengingat betul nomor Jer, ia tetap tidak mau. Ia tidak berani. Ia... takut...

Ia tidak ingin melupakan Jer. Ia memang tidak ditakdirkan untuk selamanya bersama Jer, tapi ia mempunyai hak untuk menyimpan setiap kenangannya dengan Jer. Hubungan yang aneh dan bisa dibilang tanpa status itu akan selalu diingat oleh Dal.

Trims, Jer a.k.a Troll. Ogre misses you so damn much.

THE END.

No comments

Post a Comment

© based on a true story.
Maira Gall